Senin, 11 Juli 2011

Penegakan Hukum Lingkungan Aceh Utara


Meningkatnya kegiatan pembangunan & pertumbuhan penduduk mengandung resiko terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, akibatnya struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan akan rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan merupakan beban sosial yang pada akhirnya masyarakat pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sebagai akibat kegiatan pembangunan, perlu memasukkan pertimbangan lingkungan kedalam kegiatan pembangunan. Sebagai landasan pelaksanaan kegiatan tersebut dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan semua peraturan pelaksanaan lainnya. Dalam pengelolaan lingkungan hidup terkandung prinsip-prinsip dasar yaitu antara lain keterpaduan, pencegahan dan transparansi. Dengan demikian maka aspek penindakan diharapkan terjadi sekecil mungkin. Hal ini didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas baik dari segi waktu, biaya dan tenaga yang harus dihabiskan untuk dapat menyelesaikan satu perkara di pengadilan. Tetapi pada kenyataannya kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terus saj meningkat, oleh karena itu penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup menjadi penting diterapkan.
Pengertian penegakan hukum merupakan tindakan untuk menerapkan perangkat hukum lingkungan dalam rangka memaksakan sanksi hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan menjadi kewajiban semua pihak, dimana pemerintah sebagai regulator perlu melakukan inventarisasi dan evaluasi terhadap pengembangan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup secara berkesinambungan. Di lain pihak secara bersamaan mempunyai kewajiban mendorong penegakan hukum lingkungan baik bagi aparatur pemerintah maupun bagi masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya.
Untuk menciptakan suatu kondisi yang menjamin terlaksananya penegakan hukum lingkungan, arah kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut :
·         Mengembangkan budaya hukum diseluruh lapisan masyarakat. Budaya hukum adalah sikap dan perilaku seluruh anggota masyarakat termasuk para penyelenggara Negara memiliki kesadaran, ketaatan dan kepatuhan serta menjunjung tinggi hukum dalam kerangka supremasi dan tegaknya Negara hukum.
·         Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan pelaku pembangunan termasuk masyarakat, dunia usaha dan aparat pemerintah yang dilandasi dengan etika dan moralitas guna mengayomi masyarakat dan mendukung pembangunan.
·         Meningkatkan sarana dan prasarana hukum misalnya informasi hukum, piranti aparat penyidik termasuk laboratorium dan lain-lain. Ini semua untuk menjamin kelancaran dan kelangsungan berperannya hukum sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
·         Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
·         Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan terbuka serta bebas KKN dengan tetap menjunjung tinggi azas kebenaran dan keadilan. Dengan demikian maka kepastian hukum segera didapat dan masyarakat luas dapat menikmati peradilan yang diharapkan.
·         Mengembangkan peraturan perundangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional, termasuk lingkungan hidup dengan keanekaragaman hayatinya.
·         Mengembangkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar peradilan. Ini hanya untuk sengketa perdata. Diharapkan dengan adanya penyelesaian sengketa lingkungan

Harus disadari bahwa sikap tegas terhadap penerapan hukum bagi pelanggaran hukum lingkungan hidup akan menimbulkan berbagai konsekuensi ekonomi, tenaga kerja dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam pengelolaan lingkungan hidup penerapan prinsip mengutamakan pencegahan akan lebih menguntungkan daripada penanggulangan.
Sesuai dengan Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal dan peredarannya diseluruh Indonesia maka pemerintah daerah Aceh Utara menindaklanjutinya dengan pembentukan satuan tugas (satgas) pemberantasan dan penebangan kayu secara illegal dikawasan hutan dan peredarannya diseluruh kabupaten Aceh Utara. Adapun kegiatan-kegiatan pelanggaran yang dapat diberantas sejak pembentukan satgas tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Tanggal 18 Agustus 2006, dijalan raya Banda Aceh – Medan Kec. Lhoksukon kerjasama dengan Polres Persiapan Lhoksukon menangkap 2 (dua) unit truck jenis Interculer dengan ± 65 (enam puluh lima) ton kayu olahan berbagai jenis dan ukuran beserta 2 (dua) orang tersangka dengan tingkat penyelesaian tersangka telah divonis kasasi MA dan barang bukti telah dilelang.
2.      Tanggal 29 Agustus 2005, dikawasan hutan Negara kecamatan Cot Girek gabungan dengan anggota Polres Persiapan Aceh Utara berhasil menanggkap 6 (enam) orang pelaku, 2 (dua) unit traktor, 2 (dua) unit chainsaw, ± 6 (enam) ton kayu olahan dengan tingkat penyelesaian telah divonis Pengadilan Negeri Lhoksukon dan barang bukti telah dilelang.
3.      Tanggal 9 Februari 2006, dikecamatan Lhoksukon dalam operasi Rutin Polisi Hutan berhasil menangkap 1 (satu) unit truck colt diesel beserta ± 5,5 ton kayu olahan sedangkan para tersangka melarikan diri, barang bukti telah dilelang.
4.      Tanggal 25 Maret 2006, di Krueng Mane kecamatan Muara Batu Operasi gabungan dengan Polresta Lhokseumawe berhasil menangkap 1 (satu) unit truk dengan muatan kayu olahan 4,5 ton beserta 2 (dua) orang tersangka, tingkat penyelesaian telah divonis Pengadilan Negeri Lhokseumawe dan barang bukti telah dilelang.
5.      Tanggal 5 April 2006, dikawasan hutan produksi dikecamatan Cot Girek operasi gabungan dengan Polres Persiapan Aceh Utara berhasil mengamankan ± 4 (empat) ton kayu olahan dan peralatan penarik kayu nok dan kerbau.
6.      Tanggal 1 Agustus 2006, dikawasan hutan lindung Alue Bidari kecamatan Cot Girek dalam operasi rutin polhut berhasil mengamankan alat-alat penarik dan pembelah kayu yaitu 1 (satu) unit mesin merk kobuta, 1 (satu) buah kabel sling, peralatan mesin dan lain-lain.
7.      Tanggal 14 Januari 2007, dijalan raya Medan-Banda Aceh kecamatan Samudera menangkap 1 (satu) unit truck fuso beserta 10 (sepuluh) M3 kayu olahan dan dokumen mobil diserahkan ke Polres Syamtalira Bayu.
8.      Tanggal 28 Januari 2007,di Buket Linteung kecamatan Langkahan dalam operasi penanggulangan gajah liar menemukan 3 (tiga) unit mesin piringan pembelah kayu (sawmil)  tanpa dilengkapi perizinan yang sah. Menyegel dan menyita 3 (tiga) buah mata piring gergajian hingga proses perizinan selesai.
9.      Tanggal 19 Februari 2007, dilokasi transmigrasi lokal Lubuk Tilam kecamatan Cot Girek dalam operasi rutin polhut menemukan tumpukan kayu yang diduga hasil penebangan liar, barang bukti diamankan ke Kantor Disbunhut Kabupaten Aceh Utara.
10.  Tanggal 10 Maret 2007, dijalan  raya Medan – Banda Aceh kecamatan Baktiya kerjasama dengan anggota Polsek Baktiya berhasil menangkap  2 (dua) unit truk jenis colt diesel beserta 7 (tujuh) ton kayu olahan jenis dammar laut, dalam proses penyelidikan perkara, barang bukti diamankan dikantor Disbunhut Kabupaten Aceh Utara.
11.  Tanggal 28 Maret 2007, dilokasi hutan lindung Alue Bidari dalam operasi rutin polhut menemukan 3 (tiga) ton kayu olahan berbagai jenis dan ukuran selanjutnya barang bukti dibawa dan diamankan pada Kantor Disbunhut Kabupaten Aceh Utara untuk menunggu proses hukum lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar